Kawin
lari yang dimaksud di sini bisa jadi berbagai macam pengertian. Bisa jadi,
tanpa wali nikah, atau ada wali (tidak jelas) dan tidak ada izin dari wali
sebenarnya. Ada juga kawin lari dengan kumpul kebo, tinggal satu atap tanpa
status nikah
. Boleh jadi ketika hamil mereka menjalin hubungan RT secara resmi.
Yang kami bahas di sini adalah kawin lari, lalu menikah dengan wali yang tidak
jelas (asal copot), jadi sama saja tidak memakai wali. Dan yang wajib ada wali
adalah si wanita, bukan laki-laki.
Padahal wali memiliki urutan yang
ditetapkan oleh para ulama. Seperti ulama Syafi’iyah membuat urutan:
- Ayah
- Kakek
- Saudara laki-laki
- Anak saudara laki-laki (keponakan)
- Paman
- Anak saudara paman (sepupu)
Dan pengertian wali wanita adalah
kerabat laki-laki si wanita dari jalur ayahnya, bukan ibunya. Jika masih ada
kerabat yang lebih dekat seperti ayahnya, maka tidak boleh kerabat yang jauh
seperti paman menikahkan si wanita. Boleh saja jika si wali mewakilkan kepada
orang lain (seperti si ayah kepada paman) sebagai wali si wanita. Dan ketika
itu si wakil mendapat hak sebagaimana wali. Dan ingat, syarat wali adalah: (1)
Islam, (2) laki-laki, (3) berakal, (4) baligh dan (5) merdeka (Lihat Shahih
Fiqh Sunnah, 3: 142-145).
Dalil-dalil yang mendukung mesti
adanya wali wanita dalam nikah.
عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ : أَيُّمَا
امْرَأَةٍ نَكَحَتْ بِغَيْرِ إِذْنِ وَلِيِّهَا فَنِكَاحُهَا بَاطِلٌ بَاطِلٌ
بَاطِلٌ فَإِنِ اشْتَجَرُوْا فَالسُّلْطَانُ وَلِيُّ مَنْ لاَ وَلِيَّ لَهُ
Dari ‘Aisyah, ia berkata, Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Seorang wanita yang menikah
tanpa izin walinya maka pernikahannya adalah batiil, batil, batil. Dan apabila
mereka bersengketa maka pemerintah adalah wali bagi wanita yang tidak memiliki
wali”. (HR. Abu Daud no. 2083, Tirmidzi no. 1102, Ibnu Majah no. 1879 dan
Ahmad 6: 66. Abu Isa At Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini hasan)
عَنْ أَبِيْ مُوْسَى الأَشْعَرِيِّ قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ
اللهِ : لاَ نِكَاحَ إِلاَّ بِوَلِيٍّ
Dari Abu Musa Al Asy’ari berkata,
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidak sah
pernikahan kecuali dengan wali”. (HR. Abu Daud no. 2085, Tirmidzi no. 1101,
Ibnu Majah no. 1880 dan Ahmad 4: 418. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits
ini shahih)
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ لاَ تُزَوِّجُ الْمَرْأَةُ
الْمَرْأَةَ وَلاَ تُزَوِّجُ الْمَرْأَةُ نَفْسَهَا وَالزَّانِيَةُ الَّتِى
تُنْكِحُ نَفْسَهَا بِغَيْرِ إِذْنِ وَلِيِّهَا
Dari Abu Hurairah, ia berkata,
“Wanita tidak bisa menjadi wali wanita. Dan tidak bisa pula wanita menikahkan
dirinya sendiri. Wanita pezina-lah yang menikahkan dirinya sendiri.” (HR. Ad
Daruquthni, 3: 227. Hadits ini dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dan Syaikh
Ahmad Syakir)
Imam Al Baghawi berkata, “Mayoritas
ulama dari kalangan sahabat Nabi dan sesudah mereka mengamalkan kandungan
hadits “Tidak sah pernikahan kecuali dengan wali”. Hal ini merupakan
pendapat Umar, ‘Ali, ‘Abdullah bin Mas’ud, ‘Abdullah bin ‘Abbas, Abu Hurairah,
‘Aisyah dan sebagainya. Ini pula pendapat Sa’id bin Musayyib, Hasan al-Bashri,
Syuraih, Ibrahim An Nakha’I, Qotadah, Umar bin Abdul Aziz, dan sebagainya. Ini
pula pendapat Ibnu Abi Laila, Ibnu Syubrumah, Sufyan Ats Tsauri, Al Auza’i,
Abdullah bin Mubarak, Syafi’i, Ahmad, dan Ishaq” (Syarh Sunnah, 9: 40-41).
Demikianlah sebagian pemuda, demi
cinta sampai ingin mendapat murka Allah. Kawin lari sama saja dengan zina
karena status nikahnya tidak sah.
Wallahu
waliyyut taufiq.
Artikel www.remajaislam.com
0 Coretan